JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Anti Komersialisasi
Pendidikan meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mematuhi
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) dan mengembalikan ke status Standar Nasional.
Peneliti
Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, mengatakan bahwa
Kemdikbud sebaiknya tidak berusaha menciptakan satuan pendidikan baru
yang memiliki prinsip dan semangat sama dengan RSBI atau SBI karena
bertentangan dengan konstitusi dan putusan MK.
"Kami berharap
pemerintah konsisten menghormati putusan MK. Jangan ciptakan model baru
yang prinsipnya mirip pasal 50 ayat 3," kata Febri saat jumpa pers di
Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (9/1/2013).
"Semua sekolah
bisa kembali ke Standar Nasional. Itu sudah cukup baik kok. Kenapa nggak
percaya diri sama Standar Nasional," imbuh Febri.
Ia juga
mengatakan bahwa akan melakukan pemantauan terhadap sekolah-sekolah yang
sempat menyandang label RSBI. Pasalnya, dikhawatirkan program RSBI ini
tetap berjalan meski labelnya sudah dicabut berdasarkan putusan MK pada
Selasa (8/1/2013) lalu.
"RSBI balik lagi ke SSN dan dijamin
konstitusi. Kalau masih jalanin program ini maka tidak taat konstitusi.
Kami akan pantau terus," ungkap Febri.
"Diubah jadi sekolah
kategori mandiri juga tidak tepat karena itu seperti berusaha menyiasati
putusan MK. Kembalikan ke SSN saja sudah," tandasnya.
Seperti
diketahui, materi gugatan terhadap Pasal 50 Ayat 3 UU No 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dikabulkan MK. Dengan dikabulkannya
gugatan ini, tak ada lagi pasal yang menjadi payung hukum keberadaan
RSBI-SBI ataupun sekolah berkurikulum internasional.
Dalam
pembacaan amar putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD
mengatakan, Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Sumber: Kompas.com